|
|
II. KEASLIAN QUR-AN (1/2) SEJARAH PENYUSUNANNYA Keaslian yang tak dapat disangsikan lagi telah memberi kepada Qur-an suatu kedudukan istimewa di antara kitab-kitab Suci, kedudukan itu khusus bagi Qur-an, dan tidak dibarengi oleh Perjanjian lama dan Perjanjian Baru. Dalam dua bagian pertama daripada buku ini kita telah menjelaskan perubahan-perubahan yang terjadi dalam Perjanjian Lama dan empat Injil, sebelum Bibel dapat kita baca dalam keadaannya sekarang. Qur-an tidak begitu halnya, oleh karena Qur-an telah ditetapkan pada zaman Nabi Muhammad, dan kita akan lihat bagaimana caranya Qur-an itu ditetapkan Perbedaan-perbedaan yang memisahkan wahyu terakhir daripada kedua wahyu sebelumnya, pada pokoknya tidak terletak dalam "waktu turunnya" seperti yang sering ditekankan oleh beberapa pengarang yang tidak memperhatikan hal-hal yang terjadi sebelum kitab suci Yahudi Kristen dibukukan, dan hal-hal yang terjadi sebelum pembukuan Qur-an, mereka juga tidak memperhatikan bagaimana Qur-an itu diwahyukan kepada Nabi Muhammad. Orang mengatakan bahwa teks yang ada pada abad VII Masehi mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk dapat sampai kepada kita tanpa perubahan daripada teks yang jauh lebih tua daripada Qur-an dengan perbedaan 15 abad. Kata-kata tersebut adalah tepat, akan tetapi tidak memberi keterangan yang cukup. Tetapi di samping itu, keterangan tersebut diberikan untuk memberi alasan kepada perubahan-perubahan teks kitab suci Yahudi Kristen yang terjadi selama berabad-abad, dan bukan untuk menekankan bahwa teks Qur-an itu karena lebih baru daripada teks kitab suci Yahudi Kristen, lebih sedikit mengandung kemungkinan untuk dirubah oleh manusia. Bagi Perjanjian Lama, yang menjadi sebab kekeliruan dan kontradiksi yang terdapat di dalamnya adalah: banyaknya pengarang sesuatu riwayat, dan seringnya teks-teks tersebut ditinjau kembali dalam periode-periode sebelum lahirnya Nabi Isa; mengenai empat Injil yang tidak ada orang dapat mengatakan bahwa kitab-kitab itu mengandung kata-kata Yesus secara setia dan jujur atau mengandung riwayat tentang perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan realitas yang sungguh-sungguh terjadi, kita sudah melihat bahwa redaksi-redaksi yang bertubi-tubi menyebabkan bahwa teks-teks tersebut kehilangan autentisitas. Selain daripada itu para penulis Injil tidak merupakan saksi mata terhadap kehidupan Yesus. Selain daripada itu kita harus membedakan antara Qur-an, Wahyu tertulis, daripada Hadits jami' kumpulan riwayat, tentang perbuatan dan kata-kata Nabi Muhammad. Beberapa sahabat Nabi telah mulai mengumpulkannya segera setelah Nabi Muhammad wafat.5 Dalam hal ini, dapat saja terjadi kesalahan-kesalahan yang bersifat kemanusiaan karena para penghimpun Hadits adalah manusia-manusia biasa; akan tetapi kumpulan-kumpulan mereka itu kemudian disoroti dengan tajam oleh kritik yang sangat serius, sehingga dalam prakteknya, orang lebih percaya kepada dokumen yang dikumpulkan orang, lama setelah Nabi Muhammad wafat. Sebagaimana halnya dengan teks-teks Injil, Hadits mempunyai autentisitas yang berlainan, dari satu pengumpul kepada pengumpul yang lain. Sebagaimana hal Injil, tak ada sesuatu Injil yang ditulis pada waktu Yesus masih hidup (karena semuanya ditulis lama sesudah Nabi Isa meninggal) maka kumpulan Hadits juga dibukukan setelah (Nabi Muhammad meninggal). Bagi Qur-an, keadaannya berlainan. Teks Qur-an atau Wahyu itu dihafalkan oleh Nabi dan para sahabatnya, langsung setelah wahyu diterima, dan ditulis oleh beberapa sahabat-sahabatnya yang ditentukannya. Jadi, dari permulaan, Qur-an mempunyai dua unsur autentisitas tersebut, yang tidak dimiliki Injil. Hal ini berlangsung sampai wafatnya Nabi Muhammad. Penghafalan Qur-an pada zaman manusia sedikit sekali yang dapat menulis, memberikan kelebihan jaminan yang sangat besar pada waktu pembukuan Qur-an secara definitif, dan disertai beberapa regu untuk mengawasi pembukuan tersebut. |
sejarah penyusunan al-qur'an
Langganan:
Posting Komentar (Atom)







0 komentar:
Posting Komentar